KISAH INSPIRATIF SANG PENJUAL MINUMAN

 PADA SUATU SIANG BEBAN MEMANGGANG

Oleh: Agus Suprayitno, S.Pd.I

 

Selamat bertemu lagi dengan tulisan saya. Kali ini saya ketengahkan tulisan ringan yang tak perlu berpikir berat untuk mencernanya. Namun, meskipun demikian saya harap pembaca sekalian bisa memetik sesuatu dari tulisan saya. Pada kesempatan ini saya akan sedikit bercerita sebuah kisah tentang pengalaman kemarin. Begini kisahnya…

Siang itu sepulang dari sekolah tempat mengajar seperti biasa saya jalan kaki menuju rumah. Panas hari itu terasa sangat menyengat dan memaksa tenggorokan untuk diguyur dengan sesuatu yang segar. Nah, di tengah perjalanan sekitar simpang tiga jalan dekat alun-alun saya berhenti kemudian duduk di bawah sebatang pohon rindang. Udara semilir yang berembus semakin melenakan.

Saat itu ada seorang laki-laki renta berkaos merah datang mendorong gerobak jualan minuman. Laki-laki itu memarkirkan gerobaknya di dekat saya duduk, mengembangkan payung, kemudian meletakkan kursi plastik usang untuk didudukinya.

Dagangan laki-laki tua itu sangat menggugah selera saya yang butuh kesegaran. Saya mencoba merogoh kantong celana berharap menemukan sesuatu. Keadaan bulan yang sudah sangat tua rupanya ikut menipiskan isi kantong. Hanya ada selembar uang lima ribu tersisa.

Lelaki berkaos merah lusuh dengan tulisan Michiko Denim itu saya dekati sembari bertanya, “Pak, Aqua-nya dingin? Berapa harganya?”

Lelaki itu menoleh, mengangguk lalu tersenyum.

“Tujuh ribu!”

“Oh …”

Saya hanya bisa menelan ludah mendengar jawaban laki-laki tua itu. Uang yang saya punya ternyata tidak cukup untuk membeli minuman dingin yang menyegarkan. Namun, saya masih berharap untuk bisa membeli sebuah minuman sebagai pelepas dahaga.

“Kalau teh pucuk berapa, Pak?” tanya saya lagi.

“ Lima ribu! Tapi tidak dingin,” jawab si laki-laki penjual minuman.

“Iya, gak papa!”

Segera kusodorkan uang satu-satunya yang saya temukan di kantong celana tadi. Lelaki itu  menerima uang dariku lalu berdiri untuk mengambilkan minuman yang saya mau. Setelah menyerahkan sebotol teh pucuk pada saya, ia kembali duduk di kursi plastik reyotnya.

Sambil duduk menikmati minuman saya mengorek sedikit tentang kehidupannya . Laki-laki tua itu bernama Pak Ahmad dan biasa mangkal di tempat itu untuk berjualan minuman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Memang penghasilannya tak seberapa yang penting bisa buat makan, begitu yang ia sampaikan pada saya.  Pak Ahmad hidup sebatang kara di daerah jalan Wahid Hasyim sekitar dua kilo meter dari tempatnya biasa mangkal itu. Istrinya telah meninggal dunia sejak gelombang pandemi pertama melanda. Anak-anaknya tinggal di luar pulau untuk bekerja. Sudah bertahun-tahun pula tak pernah pulang sekadar menjenguknya.  Meskipun beban yang dipanggul terasa memanggang bak cuaca hari ini. tapi ia selalu bersyukur atas keadaan dirinya saat ini karena ia yakin ini adalah yang terbaik yang diberikan oleh Allah Swt.

Ketika kami asyik ngobrol datang seorang laki masih muda mengenakan masker dan jaket coklat serta tas punggung hitam mendekati gerobak jualan Pak Ahmad.

“Pak beli Aqua dinginnya!” kata

“Iya!” sahut Pak Ahmad yang mendekati gerobak dengan langkah tertatih karena usia.

Tangan keriputnya menyerahkan minuman dingin yang diminta sambil menyebutkan nominal harga sebagaimana yang tadi disampaikan pada saya. Pemuda itu menyerahkan selembar uang sepuluh ribu.

“Emm… Maaf, Nak! Apa ada uang pas? Saya baru buka, tidak ada uang kembaliannya!” ucap Pak Ahmad sedikit bingung.

“Ah, tidak usah, Pak! Ambil saja kembaliannya,” kata pemuda itu sembari meneguk minuman dinginnya.

Melihat pemuda di depan saya yang begitu menikmati minuman dinginnya, membuat saya jadi ngiler karena sudah sejak tadi ingin merasakan minuman dingin. Apa daya uang yang saya miliki hanya bisa membeli Teh Pucuk yang tidak dingin. Namun, kembali terngiang apa yang tadi telah disampaikan oleh Pak Ahmad bahwa apapun yang dialami dan dimiliki sudah sepatutnya untuk disyukuri karena semua itu tidak lepas dari karunia ilahi.

Ada benarnya pula apa yang menjadi keyakinan dari Pak Ahmad. Pemuda itu bisa menikmati segarnya air dingin, tapi belum tentu rasa dingin itu akan membuatnya sehat pada kondisi cuaca panas seperti saat ini. Sedangkan saya semestinya merasa bersyukur karena masih bisa merasakan manisnya minuman serta khasiat teh yang diminum.

Nah, itu dulu ya pengalaman yang bisa saya bagikan pada kali ini. Pada lain kesempatan saya akan cerita hal lain yang lebih menarik untuk disampaikan. Sampai jumpa lagi, jika pembaca berkenan silakan tinggalkan jejak berupa saran atau kritik di kolom komentar. Terima kasih 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR DARI PENGALAMAN GURU INSPIRASI NASIONAL

BELAJAR DARI PENGALAMAN GURU DAN BLOGGER INSPIRATIF